Festival Kothekan Lesung Akan Ramaikan Obyek Wisata Gualawa dan akan diikuti oleh 18 kelompok seni kothekan lesung dari 18 kecamatan di Purbalingga. Festival yang akan di gelar pada 24 mei 2015 ini merupakan kali pertama digelar dan dipastikan unik dan menarik.
Kepala Dinbudparpora Purbalingga Drs
Subeno, SE, M.Si mengungkapkan, festival ini selain untuk melestarikan tradisi
masyarakat pedesaan, juga sebagai daya tarik atraksi wisata di obyek wisata Goa
Lawa. Dalam festival ini akan menarik karena pemain kothekan lesung bukan hanya
dari kaum ibu-ibu yang sudah usia lanjut, namun juga dari kalangan gadis maupun
remaja. “Melestarikan tradisi budaya
dengan bermain lesung tidak membuat tangan para wanita terluka, tetapi justru menggugah
nilai seni tradisi yang sudah nyaris punah,” ujar Subeno, Senin (18/5).
Diungkapkan Subeno, lesung merupakan
sebuah wadah yang terbuat dari batangan pohon yang digunakan sebagai tempat
menumbuk padi. Alat penumbuknya adalah sebuah batang kayu yang disebut Alu.
Dulu para petani kita menggunakan lesung untuk menumbuk padi menjadi beras. Ketika saat itu para petani masih
menggunakan Ani-ani sebagai alat pemanen padi. Keseharian para petani
menumbuk padi itu juga diselingi dengan sebuah hiburan untuk menghilangkan
kejenuhan. Dan kotekan lesung adalah salah satunya.
“Sambil menumbuk padi para petani
juga memukul-mukulkan alu pada lesung secara berirama. Sehingga
menghasilkan irama tabuhan yang menarik,
dan para petani akan bersenandung untuk mengiringi irama tabuhan kotekan
lesung. Mereka juga akan menggerakkan badannya sambil mengikuti alunan
irama dari lagunya. Sehingga suasana bekerja pun akan menjadi lebih
menyenangkan, karena dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kebersamaan,” kata
Subeno.
Namun sekarang, lanjut Subeno, ketika
fungsi lesung telah tergantikan oleh mesin penggiling padi modern, masyarakat
kita pun beralih pada cara yang lebih mudah, mereka meninggalkan lesung yang
dulu telah menemani keseharian mereka. Tidak lagi terdengar senandung
kotekan lesung, berganti dengan suara mesin diesel penggiling padi modern.
“Kotekan lesung sebenarnya memiliki
nilai filosofi tentang semangat gotong royong dan kebersamaan dalam
masyarakat. Dan juga sebagai ungkapan kebahagiaan atas hasil bertani yang
telah didapatkan. Namun di waktu
sekarang ini lesung bisa dikatakan menjadi barang yang langka. Jarang
sekali masyarakat kita yang memilikinya, apalagi memainkannya. Karena
lesung sekarang telah berubah menjadi sebuah barang koleksi, dengan harga yang
cukup mahal tentunya,” kata Subeno prihatin.
Subeno menambahkan, dengan langkanya
lesung tersebut, pihaknya pada saat festival menyediakan khusus. Dinbudparpora menyiapkan delapan buah
lesung yang terbuat dari batang pohon mahoni. Lesung ini nantinya akan
diberikan kepada para pemenang festival dan penampil terbaik, selain hadiah
uang pembinaan. “Mudah-mudahan dengan festival lesung ini, anak cucu kita bisa
tahu dan paham jika alat penumpuk padi jaman dulu telah menjadi bagian
kehidupan masyarakat petani,” tambah Subeno.
No comments:
Post a Comment